MEMILIH


Saat seseorang belum nikah yang pasti frekuensi berantem bisa lebih sering. Bahkan hal kecil yang sebenarnya nggak-cukup-penting bisa menjadi perusak suasana karena membuat pasangan adu kuat untuk tidak berkomunikasi atau malah ‘meledak’ menjadi sebuah pertengkaran besar.


Kalau udah gitu, someone has to make an effort untuk berdamai. Sebuah ilustrasi ekstrim, pasangan yang dompetnya berjejal dengan uang dan kartu sakti mungkin akan MEMILIH untuk membelikan barang-barang mahal seperti parfum keluaran Chanel atau perhiasan yang menyilaukan mata. Sah-sah aja sih kalau memang mampu. Setiap pasangan mempunyai cara sendiri untuk berdamai.


Kebanyakan pasangan yang gua tahu sih lebih senang berdamai dengan kata-kata.


“Maafin ya…”
“Hih!”
Si laki-laki kebingungan untuk berdamai karena sudah 100 kali mengucapkan kata maaf tapi tidak mendapat sambutan menyenangkan. Karena itu ia


MEMILIH untuk berkata, “Kamu cantik deh.”
“Bo’ong!”
“Bener.”

-Jeda-

“Kata-kata kamu tadi nyebelin banget tau!”
“Iya… maafin ya.” Ini kali ke 101 ia mengucapkan kata maaf.
“Kok tega-teganya ngatain saya cerewet?”
“Iyaaa… maaf ya..”
“Emangnya saya ini cerewet apa? Harusnya kamu nyadar dong kalo dibilang cerewet itu nggak enak. Saya kan nggak cerewet. Saya nggak suka banget kamu bilang saya cerewet. Sejak kapan coba saya… bla…bla…bla…”
“Iya… iyaa… maafin ya…” ok, 103, noted.
“Trus kamu nyadar nggak kalo kamu itu udah jarang banget bilang sayang sama saya.”
“Iya… saya sayang sama kamu.”
“Kamu tuh ngomong sayang kalo saya minta aja tau.”
“Hmhmm…”
“Sekali-kali kreatif dikit kek sering-sering bilang sayang sama saya.”
“Ok… I will…”
“Kamu sebenernya sayang nggak sih sama saya? Belum lagi kamu tuh suka ngaret lagi kalo janji mau ngejemput. Trus nggak perhatian lagi kayak dulu. Inget nggak… bla… bla… bla…”

Padahal sih emang iya cerewet ya. Hihihi… Sebetulnya perjalanan panjang minta maaf itu bisa di singkat seperti ini:

“Maafin ya…”
“Iya. Maafin saya juga.”


Singkat, padat dan sampai pada tujuan semula tanpa harus melibatkan efek domino yang nggak seharusnya terjadi. Karena sebuah kata yang tidak berkenan di hati, pertengkaran bisa terjadi selama seminggu dan merambat pada pertengkaran lain yang besar. Yang menyedihkan, hubungan yang terjalin lebih dari setahun itu bisa putus dan berakhir tidak baik.


Ilustrasi ‘cerewet’ diatas memang ekstrim.. mungkin karena saat emosi memuncak kita hadir sebagai makhluk yang sangat


‘pemilih’. Kata-kata indah hanya masuk telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Kata-kata maaf sudah tidak sakti lagi untuk berdamai. Telinga kita tiba-tiba berubah menjadi sangat selektif terhadap apa yang dikatakan pasangan.
0 Responses